Politik Dinasti Ratu Atut

Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan dalam negeri dan kepemiluan dibuat bingung menghadapi kuatnya cengkeraman politik dinasti Ratu Atut di Banten. Provinsi yang baru “merdeka” 13 tahun dari Jawa Barat itu kini dikuasai oleh keluarga sang gubernur, Ratu Atut Chosiyah. Mulai dari suami, anak, ipar, sampai menantu Atut, semua punya jabatan politik penting di tanah Banten. Adik Atut misalnya, Tatu Chasanah, menjabat Wakil Bupati Serang. Adik Atut lainnya, Tubagus Haeral Jaman, menjabat Wali Kota Serang. Menantu Atut, Ade Rossi Khairunnisa, menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Serang. Ibu tiri Atut, Heryani, menjabat Wakil Bupati Pandeglang. Adik ipar Atut, Airin Rachmi Diany, menjabat Wali Kota Tangerang Selatan.

Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, Rabu 9 Oktober 2013, mengatakan sesungguhnya semua partai politik punya semangat sama untuk menolak politik dinasti. Masalahnya, konstitusi melindungi hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih. Dengan demikian, semua orang – terlepas mereka punya hubungan keluarga atau tidak – bisa berhak menduduki jabatan apapun. Itu pula yang membuat aturan soal politik dinasti begitu pelik disusun, karena dikhawatirkan bertabrakan dengan hak konstitusi warga negara. Solusinya, kata Arif, perlu dibuat aturan main jelas soal jabatan eksekutif dan legislatif di daerah. Misalnya melalui proses seleksi yang terbuka dan transparan.

“Pemberian jabatan yang tidak dapat dikontrol, tidak diperbolehkan. Calon kepala daerah harus calon yang benar, dikehendaki rakyat, punya kapasitas dan kredibilitas baik, serta mampu menjalankan pemerintahan yang baik,” kata Arif di Gedung DPR RI, Jakarta. Sebagai anggota DPR yang mengurus masalah pilkada, Arif pun mengaku bingung bagaimana merumuskan aturan yang tepat namun tidak melanggar konstitusi. “Misalnya kalau si calon ini merupakan saudara incumbent, apakah tidak boleh maju? Itu kan melanggar hak konstitusi,” ujar politisi PDIP itu.

Cara lain untuk menyiasati politik dinasti yang ngawur, kata Arif, adalah dengan mengusulkan penetapan pasangan calon dari jauh-jauh hari. “Supaya publik tahu dan bisa merespons balik para calon yang diajukan partai politik. Dengan demikian rakyat bisa mengoreksi, mengkritisi, bahkan menolak jika calon tersebut terindikasi kolusi korupsi nepotisme, tidak kredibel, dan tidak berintegritas,” ujar dia.

Rumusan soal pilkada itu saat ini sedang dibahas oleh Komisi II. “Kami tidak bisa menolak politik dinasti dengan asal-asalan. Harus ada aturan yang jelas,” kata Arif. Aturan main jelas itu penting supaya legislasi yang telah disusun DPR tidak digugat lagi oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. UU Pilkada juga nantinya akan mendorong partai politik untuk melakukan seleksi terbuka terhadap para calon kepala daerah. “Syaratnya kami perberat. Jadi calon incumbent tak bisa seenaknya mengusung keluarga. Harus jelas kapasitasnya,” ujar Arif.

0 Response to "Politik Dinasti Ratu Atut"

Posting Komentar